Pemanfaatan
teknologi informasi sarana pelayanan kesehatan
Menteri kesehatan RI Nila Farid Moeloek memaparkan beberapa
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Kementerian
Kesehatan, yakni: 1) Mendapatkan informasi kinerja sektor kesehatan di Daerah;
2) Mendapatkan data dan informasi dalam pengelolaan obat dan farmasi; 3)
Melakukan analisis dalam pemenuhan kebutuhan pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN); 4) Memonitor ketersediaan dan kelengkapan sarana dan prasarana
kesehatan; serta 5) Pencatatan dan pelaporan yang bertujuan untuk kemudahan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan, seperti penataan data transaksi di
fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) dengan membuat aplikasi generik
modular yang akan meningkatkan kualitas dan kecepatan proses kerja pelayanan
kesehatan, serta penataan laporan yang masuk ke Pusat dengan mengembangkan
aplikasi komunikasi data kesehatan yang berisi 115 data prioritas.
a.
Kondisi Infrastruktur Teknoligi Informasi Kesehatan di Daerah
Mengutip data Riset Fasilitas Kesehatan
(Rifaskes) yang dilakukan Kemenkes pada tahun 2011, menggambarkan kondisi
infrastruktur TIK di fasilitas pelayanan kesehatan di daerah pada umumnya belum
cukup memadai. Di Puskesmas, sebanyak 87,4% Puskesmas sudah tersambung listrik
24 jam, sebanyak 78,4% sudah memiliki perangkat komputer. Namun, baru 17,1%
yang telah dilengkapi internet dan 15% yang memiliki sistem informasi Puskesmas
(SIMPUS) dengan local area network (LAN). Sementara itu, kondisi infrastuktur
TIK di rumah sakit (RS), sebanyak 82% RS Pemerintah sudah memiliki akses
internet. Selain itu, dilaporkan juga bahwa sebanyak 740 RS telah memiliki sistem
informasi manajemen rumah sakit (SIMRS). SIMRS merupakan sebuah sistem
informasi yang terintegrasi yang disiapkan untuk menangani keseluruhan proses
manajemen RS, mulai dari pelayanan diagnosa dan tindakan untuk pasien, medical
record, apotek, gudang farmasi, penagihan, database personalia, penggajian
karyawan, proses akuntansi sampai dengan pengendalian oleh manajemen. Di era
JKN saat ini, 1.227 RS telah menggunakan aplikasi Indonesia Case Base Group
(INA-CBG), meliputi RS Pemerintah maupun swasta. INA-CBG merupakan sistem
pembayaran dengan sistem paket, berdasarkan penyakit yang diderita pasien dan
cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis atau kasus-kas yang
relatif sama. Dengan demikian, sistem INA-CBG sudah menghitung layanan apa
saja yang akan diterima pasien tersebut berikut pengobatannya sampai dinyatakan
sembuh, jelas Menkes.
b.
Telemedicine
Di beberapa RS juga tengah dikembangkan pilot
project telemedicine yng merupakan pelayanan kesehatan jarak jauh melalui
pemanfaatkan teknologi informasi dalam upaya diagnosis dan tatalaksana.
Pelayanan telemedicine yang dapat dikembangkan yaitu teleradiologi,
telekardiologi, radio komunikasi medik (teleconference), videoconference
(vicon), teleradiotherapy, dan sebagainya. Pemenuhan telemedicine
diprioritaskan untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas di
DTPK, tutur Menkes.
c.
Pendidikan jarak jauh (PJJ)
sebagai percepatan pendidikan tenaga kesehatan
Sejak tahun 2014, Kementerian Kesehatan RI
telah mengembangkan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) sebagai program percepatan bagi
peningkatan kualifikasi dan kompetensi tenaga kesehatan bagi mereka yang belum
memenuhi kualifikasi minimum pendidikan D3. Setelah mendapatkan mandat
penyelenggaraan dari Kemendikbud, PJJ dikembangkan di Kalimantan Timur dan Nusa
Tenggara Timur. Saat ini, telah dilaksanakan PJJ untuk program studi D3
Keperawatan dan D3 Kebidanan di Provinsi Kaltim dengan Unit Sarana Belajar
Jarak Jauh (USBJJ) di Nunukan Provinsi Kaltara dan di Provinsi NTT dengan USBJJ
di Flores Timur dan Sumba Barat Daya. Saat ini menurut data Badan PPSDM
Kesehatan masih terdapat sekitar 146.542 tenaga kesehatan yang belum memiliki
pendidikan D3 dan tersebar di seluruh nusantara, ujar Menkes.
Ke depan akan dikembangkan PJJ untuk program
studi yang lain, yakni Analis Kesehatan, Farmasi, Kesehatan Lingkungan, Gizi
dan Keperawatan Gigi yang diantaranya akan dilaksanakan melalui kerja sama
dengan Universitas Terbuka untuk PJJ dalam negeri dan luar negeri. Sementara
itu, tantangan terbesar dalam pelaksanaan PJJ adalah minimnya infrastruktur dan
jaringan internet di daerah, karena PJJ sebagian besar dilaksanakan di remote
area dan Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Mengakhiri
pertemuan tersebut, Menkes mengharapkan Kemkominfo dapat mendukung pelaksanaan
program pembangunan kesehatan, melalui: 1) Penyediaan jaringan internet mulai
dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sampai ke Puskesmas Kecamatan beserta
jejaringnya.
Penyediaan jaringan intranet diharapkan dapat
memanfaatkan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobile Public Internet
Services (MPLIK) maupun pemanfaatan Palapa Ring; 2) Memfasilitasi pemanfaatan
Nusantara Internet Exchange (NIX) untuk menampung berbagai data kesehatan di
tingkat provinsi, sekaligus untuk mendukung pelaksanaan pencatatan medis
elektronik di rumah sakit; 3) Penguatan jaringan telekomunikasi data
berkecepatan tinggi dan mendorong percepatan pembangunan pita lebar terutama di
DTPK dan wilayah timur, dalam mendukung pelaksanaan telemedicine; 4) Peningkatan
pemahaman serta kemampuan terkait cyber security. Makin meningkatnya ancaman
keamanan data di dunia maya perlu diantisipasi dengan penajaman kemampuan
sumber daya manusia di bidang keamanan cyber; 5) Pemanfaatan universal service
obligation (USO) untuk mendorong operator telekomunikasi untuk meyediakan
konten kesehatan yang tidak berbayar, terutama untuk reminder program-program
prioritas kesehatan, misalnya reminder imunisasi; serta 6) Pemanfaatan sarana
Disaster Recovery Centre (DRC) untuk menjamin kelangsungan operasional berbagai
aplikasi dilingkungan Kementerian Kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar